Cerita Yustine

Cerita Yustine
a story of love and life

yang udah mampir

Hit Counter

Senin, 22 Februari 2016

Warmindo



Belakangan, karena lumayan selo (baca : banyak waktu), saya dan teman-teman seringkali mencari tempat yang enak untuk sarapan bareng setelah mengantar anak-anak sekolah. Jam tujuh pagi, yang udah buka apalagi selain warung burjo? Ya ada sih beberapa resto yang buka pagi-pagi gitu, tapi kan kadang kita Cuma butuh tempat untuk saling bercerita sekaligus mengusir kejenuhan dengan pekerjaan rumah tangga. Ibu-ibu juga butuh santai, keles! 

Jogja itu emang istimewa, selain terkenal dengan angkringan, dimana seluruh lapisan masyarakat bisa duduk dan pesan kopi atau teh jahe dan menikmati gorengan yang lebih sedap kalau dibakar sebelum dimakan, juga terkenal dengan menjamurnya warung burjo. Well, selain minimarket 24 jam sih. Dulu waktu saya masih kuliah, warung burjo itu ya jualan bubur kacang ijo sebagai menu utama. Selain itu ada juga menu lain yang dijadikan singkatan lucu-lucu seperti : tante (indomie tanpa telur), joshua (extra joss susu), dan masih banyak menu lain. 

Dalam perkembangannya, warung burjo  sekarang sudah jarang yang menyediakan menu bubur kacang ijo. Kebanyakan malah menjual nasi rames lengkap dengan minuman pastinya. Dan yang saya lihat sekarang namanya berubah menjadi warmindo.
Apapun itu, 500 meter dari komplek perumahan saya ada sekitar 6 warmindo yang buka 24 jam, dan satu sama lain berjarak tidak terlalu jauh. Ibarat kata dimana ada Indomaret pasti ada Alfamart, nah seperti itulah keberadaan warmindo di sekitar rumah. Tentu saja itu memudahkan ibu rumah tangga yang kadang pemalas seperti saya ini, lagi pengen minum es coffeemix udah deh beli aja di warmindo, murah kok Cuma Rp 3000 per bungkus. Hihihi..

Yang datang juga beragam kalangan, kebanyakan sih mahasiswa atau bapak-bapak Polisi (kebetulan rumah dekat dengan polsek), yang mungkin bosan dengan jajanan di kantin kantor mereka, atau bahkan warga sekitar, dan pastinya ibu-ibu selo seperti saya ini.
Warmindo yang sering kami kunjungi letaknya di pojokan jalan, cukup strategis, luas, dan parkiran pun nyaman. Gak perlu khawatir mobil bakalan kesenggol pengendara lain karena parkir bisa di halaman warmindo itu. Pokoknya pas lah untuk sekedar nongkrong sejam dua jam.

Nah, karena yang datang dari banyak kalangan, seringkali kami disuguhkan pemandangan ajaib dari pengunjung lain: tukang angkut sampah yang pake sneaker keren, duduk menikmati semangkok indomie rebus panas mengepul dan es teh dua gelas, sales barang elektronik yang menunggu jam masuk kantor sambil menelepon sana sini mengejar target, pegawai pemerintahan yang mungkin tidak sempat sarapan di rumah, sekelompok mahasiswa jago begadang, terlihat dari leceknya baju yang mereka pakai berikut rambut yang tidak pernah disisir, sekelompok mahasiswa baik-baik yang pulang kuliah pagi kemudian duduk-duduk dan membicarakan materi kuliah pagi itu, sekelompok anak distro yang mengambil tempat di pojokan lalu ribut membicarakan pameran indi clothing, beberapa orang pulang olahraga pagi, beberapa pasangan mesra, beberapa pasangan yang sedang bertengkar, bahkan (mungkin) pasangan selingkuhan hihihiihi. 

Yang terakhir ini rasanya seperti menonton drama. Minggu ini mereka datang dengan kendaraan berbeda, minum segelas berdua, duduk di tempat paling tersembunyi, cekikikan mesra. Minggu depan mereka datang masih dengan kendaraan yang berbeda, dari arah yang berbeda, duduk di tempat yang sama, hanya kali ini saling berhadapan. Kemudian drama pun dimulai, sang wanita meremas-remas rambutnya sendiri sambil menangis tersedu-sedu, cukup keras untuk didengar seluruh pengunjung, sialnya saat itu pengunjungnya hanya saya dan seorang teman. “kamu tega mas, kamu gak mikir perasaan aku, kamu Cuma mikirin rumah tangga mu aja, aku gimana?, mana semua janji kamu? Kamu jahat! ”
Errrr... rasanya pengen ke tengah mereka dan bilang “ciye..marahan ciye...” hahahhaha.

Begitulah realita, bukan? Yang jelas saya masih akan tetap duduk di tempat yang sama, pesan milo panas dan bercerita dengan teman-teman kemudian pulang, mengurus rumah tangga.
Karena hidup memang sebuah perjalanan.